Jurnal Nomokrasi https://journal.unhas.ac.id/index.php/jnomokrasi <p><strong>NOMOKRASI</strong> adalah Jurnal yang diterbitkan oleh <strong>Unit Kegiatan Mahasiswa Lembaga Debat Hukum dan Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. </strong>Jurnal Nomokrasi adalah jurnal akses terbuka yang bertujuan untuk mempublikasikan artikel ilmiah bagi mahasiswa fakultas hukum di seluruh Indonesia. Jurnal Nomokrasi berfokus pada kajian seputar Isu Hukum dan Konstitusi.</p> <p>Jurnal Nomokrasi melakukan penerbitan sekali dalam setahun. Setiap artikel yang diterbitkan akan melalui proses <em>review double-blind</em>. Sehingga keputusan diterima atau tidaknya artikel ilmiah menjadi hak Dewan Redaksi berdasarkan rekomendasi dari <em>peer reviewer</em>.</p> <p>Harap membaca dan memahami pedoman dan format penulisan yang telah kami sediakan. Naskah yang tidak sesuai dengan pedoman dan format penulisan artikel, akan ditolak oleh tim redaksi sebelum ditinjau lebih lanjut.</p> <p><strong>Lawan Bicara Kawan Berpikir</strong></p> Lembaga Debat Hukum dan Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin en-US Jurnal Nomokrasi <p>Hak Cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang keras mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi jurnal ini tanpa izin tertulis dari penerbit.</p> PEMBATASAN MASA JABATAN KETUA UMUM PARTAI POLITIK DALAM RANGKA MEREDAM FENOMENA PERSONALISASI PARTAI POLITIK https://journal.unhas.ac.id/index.php/jnomokrasi/article/view/30016 <p><em>Personalisasi partai politik telah menjadi fenomena yang meresap dalam kehidupan mayoritas partai politik di Indonesia. Akar permasalahan fenomena ini terletak pada tidak diaturnya masa jabatan ketua umum partai politik sehingga memunculkan individu-individu yang dinaggap lebih besar daripada partai. Akan tetapi di satu sisi, partai politik tidak bisa menghindari ketergantungan pada tokoh-tokoh kunci yang menjadi wajah eksistensinya. Tanpa kehadiran tokoh tersebut, elektabilitas partai politik cenderung terkikis. Namun, permasalahan ini membawa dampak serius pada fungsi partai politik sebagai pilar demokrasi yang seharusnya mencerminkan prinsip-prinsip dasar demokrasi. Dalam konteks ini, tulisan ini berupaya untuk memberikan pandangan baru dalam menangani fenomena personalisasi partai politik dan menekankan pentingnya pengaturan masa jabatan ketua umum partai. Penelitian ini menggunakan penelitian normatif dengan dua pendekatan utama yaitu pendekatan teori dan konseptual, dengan berlandaskan pada data yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan masa jabatan ketua umum partai adalah kunci untuk mengatasi fenomena personalisasi, masa jabatan yang terbatas dapat membawa dampak positif pada kehidupan partai politik di Indonesia. Namun, dalam mengatur masa jabatan ketua umum, perlu diberikan kelonggaran dengan konsep "No Immediate Re-election." Konsep ini memungkinkan individu untuk mencalonkan diri kembali sebagai ketua umum partai setelah penggantinya telah menjabat satu periode. Dengan demikian, melalui konsep ini individu tetap diberikan kesempatan untuk berpartisipasi sekaligus memberikan batasan agar fenomena personalisasi dapat teratasi.</em></p> Muhammad Faturrachman SY. Sultan Sultan Regina Aprialni Copyright (c) 2023 Jurnal Nomokrasi 2023-10-30 2023-10-30 1 2 EVALUASI PENGGUNAAN SISTEM NOKEN DITINJAU DARI PERSPEKTIF KONSTITUSIONAL DAN DEMOKRASI https://journal.unhas.ac.id/index.php/jnomokrasi/article/view/30056 <p><em>Mahkamah Konstitusi melalui putusannya Nomor: 47-81/PHPU.A-VII/2009, telah menegaskan keabsahan sistem noken dalam pelaksanaan pemilihan umum di beberapa daerah Papua, karena dianggap sudah sejalan dengan perkembangan masyarakat. Memasuki pemilu 2024, banyaknya data yang menunjukkan perselisihan maupun kecurangan-kecurangan terhadap penggunaan sistem noken membuat relevansi, konstitusionalitas, maupun nilai-nilai dari sistem noken kembali diperdebatkan. Dengan menggunakan penelitian normatif melalui dua pendekatan utama, yaitu pendekatan historis dan pendekatan konseptual. Melalui tulisan ini, diharapkan mampu memberikan pemahaman baru terkait penggunaan sistem noken selama ini dan apa yang perlu dievaluasi dalam pelaksanaannya ke depan. Berdasarkan hasil analisis, secara konstitusional sistem noken bertentangan dengan pasal 22E karena tidak menganut asas rahasia, namun melihat dari sisi kemanfaatannya, penggunaan sistem noken tetap layak dipertahankan. Sementara dari perspektif demokrasi, penggunaan sistem noken merupakan cara yang telah disepakati secara kolektif sehingga mengakomodir nilai-nilai demokrasi di dalamnya. Pun terjadinya perselisihan maupun kecurangan pada penggunaan sistem noken terjadi karena kurang ketatnya pengawasan diakibatkan tata kelola administrasi yang buruk. Dengan demikian, perlu dilakukannya pemetaan sistem noken berdasarkan distrik yang ada di Keputusan KPU Nomor 810/PL.02.6-Kpt/06/KPU/IV/2019 yang akan ditindaklanjuti oleh KPU Provinsi Papua serta melakukan evaluasi tata kelola administrasi yang rigid. Dan untuk memberikan kedudukan hukum yang kuat terhadap pelaksanaan sistem noken, dibutuhkan keselarasan ketentuan mengenai sistem khusus pemilu dengan dibunyikan pada UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum.</em></p> Anugrah Putra Rabbani Warian Nursabrina Yusbi Ricardo Pabua Andi Muhammad Haswir Hamsyah Copyright (c) 2023 Jurnal Nomokrasi 2023-11-29 2023-11-29 1 2 UJI PROPORSIONALITAS PENERAPAN PRESIDENTIAL THRESHOLD DI INDONESIA DALAM MEGUKUR KETEPATAN PENERAPANNYA https://journal.unhas.ac.id/index.php/jnomokrasi/article/view/30871 <p><em>Presidential Threshold merupakan besaran suara yang harus diperoleh suatu partai politik untuk dapat mengusung calon presiden dan wakil presiden dari partai politiknya. Penelitian tentang Presidential Threshold sejatinya sudah banyak dibahas diberbagai literatur. Namun dalam penerapannya masih menimbulkan sejumlah permasalahan dalam tataran ketatanegaraan di Indonesia. </em><em>S</em><em>ehingga isu terkait Presidential Threshold tetap relevan untuk dikaji. Banyaknya jumlah permohonan judicial review yang masuk di mahkamah konstitusi, mengindikasikan banyak warga negara Indonesia yang merasa hak konstitusionalnya terlanggar oleh persyaratan ini</em><em>, d</em><em>an sisi lain juga membuktikan telah terjadi gap antara pembuat undang-undang dengan masyarakat. Meskipun tujuan dari penerapan Presidential Threshold adalah untuk memperkuat sistem presidensil dan memberikan efektifitas dalam penyelenggaraan pemerintahan, tapi penerapannya tetap harus dilandasi dengan alasan rasional dan proporsional. Adanya hak yang dibatasi, tentunya diperlukan pengujian terhadap proporsionalitasnya. Dengan menggunakan penelitian normatif yang berfokus pada pendekatan teori, penelitian ini bertujuan untuk mengukur ketepatan penerapan Presidential Threshold dari aspek proporsionalitasnya. Dari hasil analisis, setelah menghubungkan antara tujuan dengan cara, lalu kemudian hasil akhir yang dicapai, menunjukkan bahwa penerapan Presidential Threshold tidak memenuhi aspek proporsionalitas sehingga terhadap penerapannya perlu dilakukan pengkajian ulang. Dengan hasil yang kami temukan, diharapkan membawa perspektif baru terhadap penerapan Presidential Threshold. Kesimpulan dari hasil penelitian ini, dengan penerapan Presidential Threshold yang tidak memenuhi proporsionalitas, maka dibutuhkan suatu rekonstruksi ulang terhadap penerapannya, sehingga tidak ada lagi masyarakat yang merasa hak konstitusionalnya terlanggar oleh pemberlakuan Presidential Threshold.</em></p> Andi Marsha Malika Jaizah Fashiha Farid Ananda Fahrezi Mappakanro Copyright (c) 2023 Jurnal Nomokrasi 2023-11-29 2023-11-29 1 2 MENYOAL TINDAK LANJUT KPU TERKAIT KETERWAKILAN PEREMPUAN 30% PADA PENCALONAN ANGGOTA LEGISLATIF PASCAPUTUSAN MA https://journal.unhas.ac.id/index.php/jnomokrasi/article/view/30154 <p><em>K</em><em>eterwakilan aspirasi perempuan dapat dicapai dengan hadirnya tokoh perempuan di parlemen. Namun </em><em>r</em><em>ealitanya, di Indonesia terjadi kesenjangan antara laki-laki dan perempuan pada pemberdayaan politik yang mencapai level 16,4%. Kondisi demikian memerlukan hukum sebagai jaminan yuridis untuk menjadi alat rekayasa sosial agar angka partisipasi politik perempuan dapat meningkat. Namun dengan adanya norma yang terdapat pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2023 pada pasal 8 ayat (2) yang menyatakan “kurang dari 50 (lima puluh), hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah” menimbulkan kekhawatiran publik terhadap akan semakin meningkatnya kesenjangan perempuan. Sehingga norma ini pada berikutnya diajukan ke Mahkamah Agung dan telah dinyatakan bertentangan dengan UU Pemilu. Tindak lanjut dari KPU terhadap putusan tersebut adalah dengan dikeluarkannya surat dinas ke partai politik. Surat dinas yang dikeluarkan oleh KPU ini yang kemudian diperlukan kajian yang komprehensif. Dengan menggunakan metode penelitian normatif melalui dua pendekatan yaitu pendekatan Perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwasanya surat dinas yang dikeluarkan oleh KPU terhadap partai politik tidak memiliki daya hukum yang mengikat, karena surat dinas tidak terdapat dalam peraturan perundang-undangan sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU P3). Sehingga merevisi PKPU adalah solusi ideal dalam menyikapi putusan MA. Dan dengan merevisi PKPU, mekanisme pembulatan ke atas pada penghitungan 30% keterwakilan perempuan juga akan memenuhi teori kebenaran hukum. </em></p> akbar kurniawan Isdarma Sahyan Andi Ainun Annisa Sari Copyright (c) 2023 Jurnal Nomokrasi 2023-12-16 2023-12-16 1 2 REKONSTRUKSI OBJECTUM LITIS DAN SUBJECTUM LITIS DALAM SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA https://journal.unhas.ac.id/index.php/jnomokrasi/article/view/32399 <p><em>Sengketa Kewenangan Lembaga Negara merupakan salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi yang belum berjalan dengan optimal. Hal ini dibuktikan dari 27 kasus yang dimohonkan kepada MK, 6 diantaranya ditarik kembali oleh pemohon, 3 ditolak, 16 tidak diterima, 1 Mahkamah menyatakan tidak berwenang, dan hanya 1 permohonan yang dikabulkan. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh legal standing para pihak yang harus dipenuhi dengan objectum litis dan subjectum litis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus, pendekatan konsep, dan pendekatan perbandingan. Hasil penelitian ini yaitu 1) Aspek yang menjadikan objectum litis dan subjectum litis SKLN harus dilakukan penafsiran yang lebih luas yaitu pertama, inkonsistensi putusan tentunya akan bermuara kepada tidak adanya kepastian hukum dan terciderainya asas equality before the law. Kedua, hendaknya dipahami bahwa kesamaan didalam hukum, bukan hanya pemberian hak-hak yang sama dalam konstitusi, melainkan juga jaminan proses masyarakat untuk mendapatkan hak konstitusional. Ketiga, selain peranan sebagai the guardian of constitution, MK juga mempunyai peranan sebagai the protector of the citizen's constitutional rights. 2) Model ideal dalam penyelesaian SKLN yaitu, mengenai objectum litis, harus dimaknai sebagai kewenangan konstitusional yang diperoleh dari sumber kewenangan atribusi. Adapun mengenai ruang lingkup subjectum litis dapat dibuka ruang bagi lembaga negara penunjang yang dimaksudkan untuk melaksanakan fungsi-fungsi negara yang umumnya dikategorikan bersifat publik.</em></p> dirgan aswar Andriansyah Andriansyah Copyright (c) 2023 Jurnal Nomokrasi 2024-01-13 2024-01-13 1 2