Main Article Content

Abstract

Pemerintah berkeinginan memanfaatkan kekayaan sumber nikel Indonesia yang merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan baterai kendaraan listrik. Sumber daya tersebut melimpah di wilayah Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara. Salah satunya di Kabupaten Morowali, yang kini eksplorasinya terkonsentrasi di Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Namun, misi mendukung konversi energi beremisi menjadi energi bersih dengan mengorbankan kondisi lingkungan hidup dibayar dengan tingginya deforestasi dan rusaknya ekosistem laut menjadi tidak sebanding. Melalui studi kasus, studi literatur, observasi masalah, dan analisis yang melibatkan elaborasi dari literatur dan masalah yang terjadi tulisan ini akan melihat kondisi maritim Morowali di tengah meningkatnya aktivitas tambang nikel. Lebih dari 20 perusaahan tambang dan pengolahan nikel beroperasi di IMIP dengan jutaan ton hasil yang ditambang dan diproses. Sayangnya, manajemen pembuangan tailing (lumpur sisa ekstrak bijih nikel) dilakukan kurang optimal. Tailing rentang mengalami upwelling dan dapat menyebabkan sedimentasi yang meluas. Meski limbah diolah untuk menurunkan kadarnya di bawah ambang batas yang disarankan, cemaran logam berat tersebut dapat terakumulasi pada biota laut yang dapat memicu biomagnifikasi dalam rantai makanan ekosistem laut. Dampak nyata dari pembuangan limbah adalah sedimentasi pesisir Morowali. Hutan mangrove dan laut pesisir Morowali yang menjadi rumah bagi sumber daya perikanan rusak dan mengakibatkan nelayan mengalami penurunan pendapatan. Nelayan kini harus melaut lebih jauh untuk mendapat ikan. Aktivitas tambang nikel telah menimbulkan dampak pada lingkungan maritim Morowali. Sudah seharusnya setiap rencana penambangan dipikirkan manajemen limbah dan dampak lingkungan yang mungkin ditimbulkannya sehingga keseimbangan tetap terjadi.

Article Details