RITUAL BAKAR KEMENYAN DITINJAU DARI ASPEK KOMUNIKASI SOSIAL (Studi Kasus Masjid Gudang Buloh Kabupaten Nagan Raya-Aceh)

Authors

  • Muzakkir Muzakkir <strong><span>Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik-Universitas Teuku Umar&nbsp;</span></strong>
  • Rena Juliana Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Teungku Dirundeng
  • Reni Juliani <p align="center">Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik-Universitas Teuku Umar</p>

DOI:

https://doi.org/10.31947/kareba.v9i1.10545

Keywords:

Ritual, Bakar Kemenyang, Komunikasi Sosial

Abstract

Sebagian besar  masyarakat di Aceh masih mengikuti tradisi turun temurun dan dipraktikkan hingga sekarang. Di Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh, ritual bakar kemenyan di dalam masjid masih tetap dipertahankan, suatu upcara ritual yang diyakini dan dipercaya mengandung nilai keramat. Metode penelitian ini adalah kualitatif. Peneliti turun langsung ke lapangan. Setelah peneliti melakukan observasi, mendapatkan data dari berbagai sumber dan wawancara, selanjutnya penulis analisis untuk menjadi bahan kajian. Ritual bakar kemenyan yang merupakan tradisi  nenek moyang dari zaman ke zaman yang dilakukan secara turun-temurun sampai saat ini terus berkembang. Lokasi penelitian di Masjid Syeikh Syaikhuna Gudang Buloh, Desa Ujong Pasie, Kecamatan Kuala, Kabupaten Nagan Raya. Hasilnya; pertama, ritual bakar kemenyan dalam masjid itu merupakan warisan masa lalu hingga saat ini masih terus dilestarikan bahkan semakin berkembang dan telah menjadi suatu kepercayaan bagi sebagian masyarakat. Kedua, ritual bakar kemenyan (yang dituntun oleh khadam masjid setempat) kepada setiap masyarakat yang mempunyai hajat (nazar). Ketiga, Masjid Gudang Buloh diyakini oleh sebagian masyarakat mengadung nilai  keramat. Praktik bakar kemenyan itu dilakukan setiap hari bagi masyarakat yang melepaskan nazarnya. Keempat, dalam perspektif komunikasi sosial, ritual bakar kemenyan tersebut sekaligus menjadi proses sosialisasi penerusan nilai-nilai lama yang diangungkan oleh suatu masyarakat, dan  melalui komunikasi sosial kesadaran masyarakat dapat terbina ukhuwah dan persaudaraan, sehingga  apa yang diyakini oleh masyarakat tercapai. Atas keyakinan tersebut ritual bakar kemenyan tetap dipertahankan.

Downloads

Download data is not yet available.

References

REFERENSIAw, S. 2015. Implementasi Teori Komunikasi Sosial Budaya dalam Pembangunan Integrasi Bangsa. INFORMASI, Vol XLV (1):65-72.Bauto, L. M. 2014. Perspektif Agama Dan Kebudayaan Dalam Kehidupan Masyarakat Indonesia: Suatu Tinjauan Sosiologi Agama. JPIS, Vol XXIII (2):11-25.Bungin, Burham. 2006. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana.Harahap, M.I.T, dan Harahap, E.M. 2019. Pengalaman Masyarakat Pakpak Bharat Merawat Luka Menggunakan Kemenyan. Jurnal Maternitas Kebidanan, Vol IV (2):62-72.Sudiartini, N.W.A, dan Dewi, N.M.A.S. 2019. Strategi Pengembangan Wisata Spiritual Pura Dalem Balingkang di Desa Pinggan Kecamatan Kintamani. FORUM MANAJEMEN, Vol XVII (2):122-134.Suprayogo, I. 2001. Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Bandung: Remaja Rosda Karya.Susanti, L. 2018. A Tradition of Fuel Incenses in People's Life at Nagari Sabu Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar. JOM FISIP, Vol V (1):1-14.Ulya. 2013. Ritus dalam Keberagamaan Islam: Relevansi Ritus dalam Kehidupan Masa Kini. Fikrah, Vol I (1):195-206.Vera, Nawiroh dan Wihardi, Doddy. 2012. “Jagongan” Sebagai Bentuk Komunikasi Sosial Pada Masyarakat Solo Dan Manfaatnya Bagi Pembangunan Daerah. MAKNA, Vol. II (2):58-64. 

Downloads

Published

2020-06-30