Sifat anatomi, kimia, fisik, dan mekanik kayu wagha (Archidendron jiringa (Jack.) Nielsen) dari Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur
Downloads
Kayu wagha (Archidendron jiringa(Jack.) Nielsen) merupakan salah satu jenis kayu potensial dari Kabupaten Ende, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Penelitian sifat dasar kayu wagha belum banyak dilakukan dibandingkan penelitian wagha sebagai tumbuhan obat. Mengingat kayu wagha digunakan juga oleh masyarakat sebagai kayu konstruksi, oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui struktur anatomi, sifat kimia, fisis dan mekanik kayu wagha yang diambil dari Desa Nangapanda, Kabupaten Ende, NTT. Pengujian sifat anatomi, kimia, fisis, dan mekanik dilakukan di laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan (P3HH) Bogor. Pengamatan struktur anatomi kayu berdasarkan daftar ciri mikroskopis identifikasi kayu daun lebar (IAWA). Analisis mutu serat kayu berdasarkan pada kelas mutu untuk pulp/kertas. Pengujian sifat kimia kayu meliputi: kadar ekstraktif, kadar selulosa, kadar pentosan, kadar lignin, kadar abu, dan silika. Pengujian sifat fisis dan mekanis kayu mencakup: kadar air, berat jenis, kerapatan, penyusutan arah radial dan tangensial, keteguhan lentur pada batas proporsi dan batas patah, modulus elastisitas, keteguhan tekan sejajar serat, tegak lurus serat, geser sejajar serat, dan keteguhan pukul. Hasil pengujian menunjukkan bahwa ciri utama struktur anatomi kayu wagha adalah memiliki tipe parenkim vaskisentrik, aliform dan konfluen. Komposisi sel penyusun jari-jarinya adalah seluruhnya sel baring, terdapat kristal prismatik, dinding serat sangat tebal dengan kualitas serat kelas II. Kayu wagha memiliki kadar selulosa dan ekstraktif tinggi; kadar lignin, abu dan silika sedang; serta pentosan rendah, sehingga kurang sesuai untuk bahan baku pulp ataupun bioetanol. Kelas kuat kayu wagha tergolong kelas II-I (kuat). Oleh karenaitu kayu wagha cukup potensial digunakan sebagai kayu struktural/konstruksi untuk menyangga beban berat.
Affandi, Z., Sulaeman, R., & Budiani, E. S. (2017). PotensiEkstrak Kulit Buah Jengkol (Pithecellobium Lobatum Benth.) Sebagai Termitisida Nabati Pada Kayu Pulai (Alstonia Scholaris L.). Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Pertanian, 4(2), 1-11.
ASTM, D. (1996a). 1106-96" Standard Test Method for acid-insoluble lignin in wood,” American Society for Testing and Materials.
ASTM, D. (1996b). 1107-96“. Standard test method for ethanol-toluene solubility of wood,” American Society for Testing and Materials.
ASTM, D. (2001). 1102-84“. Standard test method for ash solubility of wood,” American Society for Testing and Materials.
ASTM, D. (2006). 143–94“. Standard Test Methods for Small Clear Specimens of Timber1”, ASTM Standards, USA.
Basri, E., Hadjib, N., & Saefudin, S. (2005). Basic Properties in Relation to Drying Properties of Three Wood Species from Indonesia. Indonesian Journal of Forestry Research, 2(1), 49-56.
Basri, E., & Rulliaty, S. (2008). Pengaruh sifat fisik dan anatomi terhadap sifat pengeringan enam jenis kayu. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 26(3), 253-262.
Bunawan, H., Dusik, L., Bunawan, S. N., & Amin, N. M. (2013). Botany, traditional uses, phytochemistry and pharmacology of Archidendron jiringa: A review. Global Journal of Pharmacology, 7(4), 474-478.
Cahyana, B. T. (2014). Retensi dalam Pengawetan Kayu Kurang Dikenal untuk Bahan Baku Kapal Tradisional. Jurnal Riset Industri Hasil Hutan, 6(2), 23-30.
Charungchitrak, S., Petsom, A., Sangvanich, P., & Karnchanatat, A. (2011). Antifungal and antibacterial activities of lectin from the seeds of Archidendron jiringa Nielsen. Food chemistry, 126(3), 1025-1032.
Cholisoh, Z., & Utami, W. (2008). Aktivitas Penangkap Radikal Ekstrak Ethanol 70% Biji Jengkol (Archidendron jiringa). PHARMACON, 9(1), 33-40.
Departemen Pertanian. (1976). Vedemecum Kehutanan Indonesia. Jakarta: Balai Penjelidikan Kehutanan.
Frianto, D., & Rojidin, A. (2014). Morfologi Serat dan Sifat Fisis-Kimia Kayu Sesendok sebagai Alternatif Bahan Baku Pulp. Paper presented at the Seminar Nasional MAPEKI XVII, Medan. 11 November 2014.
Haygreen, J. G., Bowyer, J. L., & Hadikusumo, S. A. (1989). Hasil hutan dan ilmu kayu: suatu pengantar: Gadjah Mada University Press.
Hussin, Z. M., Osman, N. A., Harun, A., & Daud, S. (2018). Phytochemical and Antimicrobial Evaluation of Pithecellobium jiringa Stem Barks Extracts. Malaysian Journal of Analytical Sciences, 22(1), 123-127.
Kasmudjo. (1994). Cara-cara Penentuan Proporsi Tipe Sel dan Dimensi Sel Kayu. Yogyakarta: Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada.
Lempang, M. (2014). Sifat dasar dan potensi kegunaan kayu jabon merah. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, 3(2), 163-175.
Lempang, M. (2016). Basic Properties and Potential Uses of Saling-saling Wood. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, 5(1), 79-90.
Lim, T. (2012). Archidendron jiringa Edible Medicinal and Non-Medicinal Plants (pp. 544-548): Springer.
Lubis, M. Y., Siburian, R., Marpaung, L., Simanjuntak, P., & Nasution, M. P. (2018). Methyl Gallate From Jiringa (Archidendron Jiringa) and Antioxidant Activity. Asian J Pharm Clin Res, 11(1), 346-350.
Martawijaya, A., & Kartasujana, I. (1977). Ciri umum, sifat dan kegunaan jenis-jenis kayu Indonesia. (Publikasi khusus No. 41). Bogor: Lembaga Penelitian Hasil Hutan.
Masae, M. (2018). Silk fabrics Dyed with Archidendron jiringa pod-the Application of Color and UV Protective Properties. Journal of Materials Science and Applied Energy, 7(1), 254-259.
Muslich, M., & Rulliaty, S. (2016). Ketahanan 45 Jenis Kayu Indonesia Terhadap Rayap Kayu Kering dan Rayap Tanah. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 34(1), 51-59.
Muslim, N., & Majid, A. M. S. A. (2010). Pithecellobium jiringa: a traditional medicinal herb. Webmed Central Complementary Medicine, 1(12), 1-4.
Muslim, N. S., Nassar, Z. D., Aisha, A. F., Shafaei, A., Idris, N., Majid, A., & Ismail, Z. (2012). Antiangiogenesis and antioxidant activity of ethanol extracts of Pithecellobium jiringa. BMC complementary and alternative medicine, 12(1), 210.
Pari, G. (1996). Analisis komponen kimia dari kayu sengon dan kayu karet pada beberapa macam umur. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 14(8), 321-327.
Pasaribu, G., Sipayung, B., & Pari, G. (2007). Analisis komponen kimia empat jenis kayu asal Sumatera Utara. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 25(4), 327-333.
Rachman, A. N., & Siagian, R. M. (1976). Dimensi serat jenis kayu Indonesia. Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Bogor.
Ratu, A. P., Nunang, P. P. L., & Slamet, S. (2019). Aktifitas Antioksidan Ekstrak Kulit Daging Buah Jengkol (Archidendron pauciflorum) dengan Perendam Radikal Bebas DPPH. The 9th University Research Colloqium (Urecol), 9(1), 250-256.
Rulliaty, S. (2013). Struktur anatomi dan kualitas serat lima jenis kayu andalan setempat asal Carita Banten. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 31(4), 283-294.
Sass, J. (1961). Botanical microtechnique. 3rd: Ames, IA: The Iowa State University Press.
Shukri, R., Mohamed, S., Mustapha, N. M., & Hamid, A. A. (2011). Evaluating the toxic and beneficial effects of jering beans (Archidendron jiringa) in normal and diabetic rats. Journal of the Science of Food and Agriculture, 91(14), 2697-2706.
Siagian, R. M., & Komarayati, S. (1998). Pengaruh Umur Terhadap Komposisi Kimia Kayu Gmelina Arborea Roxb. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 15(6), 395-404.
Soerianegara, I., & Lemmens, R. H. M. J. (1993). Plant resources of southeast Asia. No. 5 (1). Timber Trees: Major Commercial Timbers, 384-391.
Sofyan, S., Failisnur, F., & Silfia, S. (2018). The effect of type and method of mordant towards cotton fabric dyeing quality using jengkol (Archidendron jiringa) pod waste. Jurnal Litbang Industri, 8(1), 1-9.
Sokanandi, A., Pari, G., Setiawan, D., & Saepuloh, S. (2014). Komponen Kimia Sepuluh Jenis Kayu Kurang Dikenal: Kemungkinan Penggunaan Sebagai Bahan Baku Pembuatan Bioetanol. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 32(3), 209-220.
Sridaran, A., Karim, A. A., & Bhat, R. (2012). Pithecellobium jiringa legume flour for potential food applications: Studies on their physico-chemical and functional properties. Food chemistry, 130(3), 528-535.
Standar Nasional Indonesia (SNI). (1994). Syarat Mutu dan Ukuran Kayu Bangunan. (SNI 03-3527-1994). Badan Standarisasi Nasional
Syafii, W., & Siregar, I. Z. (2006). Sifat Kimia dan Dimensi Serat Kayu Mangium (Acacia mangium Willd.) dari Tiga Provenans. Chemical Properties and Fiber Dimension of Acacia mangium Willd. from Three Provenances. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis, 4(1), 28-32.
TAPPI. (1992). TAPPI Test Method. Georgia: TAPPI Press. Atlanta
Trisiana, L., Maideliza, T. M., & Mayerni, R. M. (2016). Kualitas serat lima klon tanaman rami (Boehmeria nivea L. GAUD). EKSAKTA, 1, 8-16.
Virounbounyapat, P., Karnchanatat, A., & Sangvanich, P. (2012). An alpha-glucosidase inhibitory activity of thermostable lectin protein from Archidendron jiringa Nielsen seeds. African Journal of Biotechnology, 11(42), 10026-10040.
Wheeler, E., Baas, P., & Gasson, P. (2008). Identifikasi Kayu: Ciri Mikroskopik untuk Identifikasi Kayu Daun Lebar. Sulistyobudi A, Mandang YI, Damayanti R, Rulliaty S.(Penerjemah). Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Terjemahan dari: IAWA List of Microscopic Features for Hardwood Identification.
Wise, E. L. (1944). Wood Chemistry. New York: Renhold Publishing Corporation.
Yunanta, R. R. K., Lukmandaru, G., & Fernandes, A. (2014). Sifat kimia dari kayu Shorea retusa, Shorea macroptera, dan Shorea macrophylla. Jurnal Penelitian Ekosistem Dipterokarpa, 8(1), 15-24.
Yuniarti, Y. (2011). Sifat Kimia Tiga Jenis Kayu Rakyat. Jurnal Riset Industri Hasil Hutan, 3(1), 24-28.