Populasi dan sebaran bekantan (Nasalis larvatus) di Delta Berau

Bekantan kepadatan mangrove nisbah kelamin riparian survei sungai

Authors

  • Tri Atmoko
    three.atmoko@gmail.com
    Program Studi Primatologi, IPB , Indonesia
  • Ani Mardiastuti Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, IPB, Indonesia
  • M. Bismark Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, Badan Litbang dan Inovasi Kementerian LHK, Indonesia
  • Lilik Budi Prasetyo Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, IPB, Indonesia
  • Entang Iskandar Pusat Studi Satwa Primata, LPPM IPB, Indonesia

Bekantan (Nasalis larvatus) adalah satwa primata langka dilindungi yang populasinya terus mengalami penurunan akibat hilang dan rusaknya habitat. Delta Berau adalah salah satu lokasi penyebaran bekantan yang berada di luar kawasan konservasi yang kurang mendapat perhatian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui populasi dan sebaran bekantan di Delta Berau dan sekitarnya. Perhitungan populasi dilakukan secara langsung dari sungai (boat survey) pada pagi dan sore hari. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 1.350-1.774 ekor bekantan yang terbagi dalam 115 kelompok satu-jantan, 5 kelompok semua-jantan, 1 soliter, dan 5 kelompok tidak teridentifikasi. Faktor koreksi sebagai pengali populasi tertinggi pada habitat riparian dan mangrove masing-masing sebesar 1,33 dan 1,27. Kepadatan populasi bekantan secara umum adalah 6,56 ekor/km2(kisaran: 0,91-93,33) atau 0,59 kelompok/km2(kisaran: 0,13-9,17). Nisbah kelamin kelompok satu-jantan pada tipe habitat riparian dan habitat mangrove masing-masing sebesar 1:5,6 dan 1:6,1. Sebaran bekantan tertinggi berada di wilayah Kampung Pulau Besing (Pulau Besing, Pulau Bungkung, dan Pulau Sambuayan), yaitu sebanyak 42 kelompok 426 ekor atau sebesar 32% dari total populasi bekantan. Populasi bekantan yang tinggi menunjukkan bahwa Delta Berau adalah habitat penting bagi bekantan di Indonesia. Inisiasi pengelolaan habitat bekantan sebagai Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) diperlukan, selain perlindungan bekantan secara lokal oleh masyarakat adat setempat sekaligus sebagai upaya melindungi sumber daya perikanan di sekitarnya.