Tantangan Kebijakan Penataan Spasial Pada Tanah Ulayat Adat: Studi Kasus Di Provinsi Bali
Abstract
Keberagaman komunitas adat di Indonesia tidak hanya menjadi sumber kekayaan bangsa tetapi juga menimbulkan berbagai macam konflik. Salah satu konflik adat yang banyak ditemui yaitu sengketa kepemilikan tanah adat/ulayat. Pemicu konflik ini timbul dari berbagai macam sumber seperti: 1) benturan norma hukum nasional dengan hukum adat, 2) kuantitas penatausahaan tanah ulayat yang sangat luas, 3) sengketa tanah antar masyarkat dan 4) masih adanya mafia-mafia tanah. Provinsi Bali sebagai komunitas adat di Indonesia tidak terlepas dari konflik tanah yang telah berlangsung puluhan tahun. Beberapa faktor yang diidentifikasi menjadi akar permasalahan munculnya sengketa tanah adat di Provinsi Bali antara lain: 1) faktor data, 2) masyarakat adat, 3) pemerintah, 4) regulasi, 5) instansi berwenang, dan 6) lingkungan. Beberapa rekomendasi kebijakan jangka pendek, menengah dan panjang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Intervensi jangka pendek dapat dilakukan dengan meningkatkan sosialisasi dan pemahaman terkait prosedur pengakuan terhadap tanah ulayat di Bali melalui gerakan desa sadar hukum, penyelesaian sengketa terkait konflik tanah diutamakan melalui cara negosiasi dan mediasi, serta adanya Reward dan punishment yang tegas terhadap petugas berwenang dalam sertifikasi tanah. Intervensi jangka menengah dilakukan dengan memperbaiki dan penyempurnaan birokrasi serta sistem sertifikasi tanah untuk mempercepat proses pelayanan publik, serta secara jangka panjang perlu dilakukan penyelarasan pluralisme hukum pusat dan daerah dalam kegiatan pengelolaan dan penggunaan tanah secara berkelanjutan. Penyelesaian konflik tanah ulayat sangat memungkinkan dengan kerlibatan berbagai elemen sosial antara pemerintah, sektor bisnis, masyarakat atau stakeholder terkait.