ANALISIS KEBIJAKAN PRE-EMPTIVE SELF DEFENCE GEORGE W. BUSH, JR. TERHADAP AFGHANISTAN
Abstract
PESD becomes controversy because its legality under international law particularly in Article 51 of the UN Charter does not set any explicit reference to this action. The academics differently interpret the contents of the chapter, some academics legalize preemptive and others regard it as an act that violates international law because it do not fulfill two conditions the right of defense permissible. The two conditions are there has been an armed attack and the UN Security Council has taken measures in advance. In addition to Article 51 of the charter, legitimacy and precedent of preemptive action is also present in customary international law, which this action can be performed under certain conditions if meets two conditions: necessity and proportionality. The findings of this research are preemptive self-defense by the United States against Afghanistan does not violate international law. It is based on the transformation of various forms of threats and no longer just an attack by the armed forces as well as terrorism, so the rigid interpretation of Article 51 of the UN Charter is no longer adequate. In addition, the policy of United States meets the elements of necessity and proportionality, which preemptive action is permissible under customary international law.
PESD menuai kontroversi terkait legalitasnya karena dalam hukum internasional khususnya piagam PBB pasal 51 tidak mengatur secara eksplisit mengenai tindakan ini. Para akademisi mengintrepretasikan secara berbeda isi dari pasal tersebut, sehingga sebagian melegalkan tindakan preemptive dan sebagian lain menganggapnya sebagai suatu tindakan yang melanggar hukum internasional karena tidak memenuhi dua syarat diperbolehkannya negara melakukan hak membela diri. Dua syarat tersebut yakni telah terjadi serangan bersenjata dan DK PBB telah mengambil tindakan terlebih dahulu. Selain piagam PBB pasal 51, legitimasi dan preseden dari tindakan preemptive juga terdapat dalam hukum kebiasaan internasional, dimana tindakan ini dapat dilakukan dalam kondisi tertentu apabila memenuhi dua syarat yakni necessity dan proportionality. Penemuan dari penelitian ini adalah kebijakan preemptive self defence yang dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap Afghanistan tidaklah melanggar hukum internasional. Hal ini berdasar pada transformasi berbagai bentuk ancaman dan bukan lagi sekedar serangan oleh pasukan bersenjata seperti halnya terorisme, sehingga penafsiran kaku pasal 51 piagam PBB tidak lagi memadai. Disamping itu, kebijakan Amerika serikat memenuhi unsur necessity dan proportionality, yang dimana merupakan syarat diperbolehkannya suatu tindakan preemptive dalam hukum kebiasaan internasional.
Downloads
Published
Issue
Section
License
Copyright (c) 2021 WANUA : Jurnal Hubungan Internasional
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.