PENGARUH KEBIJAKAN PENGUNGSI UNI EROPA TERHADAP PERKEMBANGAN GERAKAN EUROSCEPTIC DI EROPA
Abstract
This paper would be focused on the analysis of the influence of the refugee policies which implemented in the European Union member states so that generates the rising of Eurosceptic movement as the result, especially in Germany, United Kingdon and Hungary. The method used in this paper is descriptive qualitative with the data collected by library research. Humanitarian crisis that happened in the Middle East and North Africa creates massive refugees wave since 2011. Europe as one of the most prosperous region with its economy stability deemed as the ideal destination for these refugees. The European refugee crisis reached its peak in 2015 when millions of people made it to stepping on the European border. Common European Asylum System which supposed to be the guideline for EU’s member states for their refugee policy, apparently, creates difference responses on the domestic level. The openness of the policy considered as burden for countries. This circumstance being used by European right-wing populist parties, particularly in Germany, United Kingdom and Hungary, to attracts more sympathizer and support. As the result, the trend arises where the Europeans tend to oppose the existence of refugees which can be seen by the increasing number of criminalization and discrimination against refugee, as well as the growing popularity of European right-wing populist parties. These proves the spreading of Euroscepticism over European countries and the threat of EU integration.
Penelitian ini difokuskan kepada analisis pengaruh kebijakan pengungsi yang diterapkan Uni Eropa di negara-negara anggotanya sehingga menimbulkan respon berupa perkembangan gerakan Eurosceptic di wilayah Eropa, terutama Jerman, Inggris dan juga Hongaria. Metode yang digunakan dalam penyusunan tulisan ini adalah kualitatif deskriptif dari data-data ilmiah yang dikumpulkan melalui cara library research. Krisis kemanusiaan yang terjadi di wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara menimbulkan gelombang pengungsi besar-besaran sejak tahun 2011. Eropa sebagai wilayah yang makmur dan tingkat stabilitas ekonomi yang tinggi dianggap menjadi destinasi ideal bagi para pengungsi. Gelombang pengungsi terbesar pun terjadi di Eropa dan memuncak di tahun 2015 ketika jutaan orang masuk ke perbatasan Eropa. Common European Asylum System yang seharusnya menjadi pedoman utama negara-negara anggota Uni Eropa dalam mengambil kebijakan pengungsi nampaknya menimbulkan respon yang berbeda-beda di tingkat domestik. Kebijakan yang terlalu terbuka terhadap para pengunggsi dianggap menjadi beban lebih bagi institusi negara. Kondisi seperti ini dijadikan umpan oleh partai-partai populis berhaluan sayap kanan Eropa, terutama di Jerman, Inggris dan Hongaria untuk mendapatkan dukungan dan simpatisan masyarakat Eropa. Hasilnya, timbul kecenderungan dimana masyarakat Eropa mulai menentang kehadiran para pengungsi yang terlihat dari meningkatnya tindak kriminalisasi dan diskriminasi terhadap pengungsi, serta meningkatnya popularitas partai-partai populis berhaluan sayap kanan di Eropa. Hal tersebut menjadi bukti penyebaran pemikiran Euroscepticism dan merupakan ancaman bagi integrasi Uni Eropa.
Downloads
Published
Issue
Section
License
Copyright (c) 2021 WANUA : Jurnal Hubungan Internasional
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.