EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN AMPISILIN DANSEFOTAKSIM PADA PASIEN ANAK DEMAM TIFOID

Nurmainah Nurmainah (1), Siti Syabriyantini (2), Ressi Susanti (3)
(1) ,
(2) ,
(3)

Abstract

Demam tifoid merupakan penyakit endemik yang angka kejadiannya masih tinggi di Indonesia. Pengobatan demam tifoid dapat dilakukan dengan cara pemberian terapi antibiotik, yaitu ampisilin dan sefotaksim. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan efektivitas biaya penggunaan sefotaksim dan ampisilin pada pasien anak demam tifoid di RST TK II Kartika Husada Kubu Raya Tahun 2015. Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan penelitian secara potong lintang (cross sectional) yangbersifat deskriptif. Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif berdasarkan basis data rekam medik pasien demam tifoid yang dirawat inap di RST TK II Kartika Husada Kubu Raya periode Januari sampai dengan Desember 2015. Data efektivitas dan biaya pengobatan demam tifoid dianalisis secara ACER dan ICER. Dari hasil analisis data diperoleh nilai ACER pada penggunaan sefotaksim sebesar Rp.1.571.014,474 per efektivitas, sedangkan pada penggunaan ampisilin sebesar Rp.2.629.026,316 per efektivitas. Nilai ICER diperoleh sebesar Rp.513.002,632 perefektivitas. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sefotaksim lebih cost effective dibandingkan ampisilin.

Full text article

Generated from XML file

References

Geoffrey CB, Christa LFW, Robert EB. Typhoid fever and paratyphoid fever: Systematic review to estimate global morbidity and mortality for 2010. J Glob Health. 2012 Jun;2(1):010401.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2008.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2010.

Karyanti MR. Pemeriksaan Diagnostik Terkini untuk Demam Tifoid. Dalam Hardinegoro SR, Kadim M, Devaera Y, Idris AS, Ambarsari CG. Update Management of Infectious Disease and Gastrointestinal Disorders. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUIRSCM; 2012. h. 1-8.

Prayitno A. Pilihan Terapi Antibiotik untuk Demam Tifoid. Dalam Hardinegoro SR, Kadim M, Devaera Y, Idris AS, Ambarsari CG. Update Management of Infectious Disease and Gastrointestinal Disorders. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM; 2012. h. 9-15.

Juwono R, Prayitno A. Terapi Antibiotik. Dalam Aslam M, Tan CK, Prayitno A. Farmasi Klinik Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pasien. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia; 2003. h. 321.

Andi Evi Erviani. Analisis Multidrug Resistensi terhadap Antibiotik pada Salmonella typhi dengan Teknik Multiplex PCR. Biogenesis. 2013 Jun;1(1):51-60.

Musnelina L, Afdhal AF, Gani A, Andayani P. Pola Pemberian Antibiotik Pengobatan Demam Tifoid Anak di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta 2001-2002. Makara Kesehatan. 2004 Jun;8(1):27-31.

Chowta MN, Chowta NK. Study of Clinical Profile and Antibiotic Response in Typhoid Fever. Indian J Med Microbiol. 2005 Apr; 23(2):125-127.

Gopal M, Arumugam S, Gnadesikan S, Ramesh S. Studies on Antimicrobial Susceptibility Pattern of Salmonella typhi Isolates from Chennai, India. Int J of Pharma and Bio Sci. April-Juni 2011;2(2):B-435 - B-442.

Kemenkes RI. Pedoman Penerapan Kajian Farmakoekonomi. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2012.

Shea K, Florini K, Barlam T. When Wonder Drugs Don’t Work: How Antibiotic Resistance Threatens Children, Seniors, And The Medically Vulnerable. Washington, DC: Environmental Defense; 2002.

Maria H, Lannywati G. Hubungan Faktor Determinan dengan Kejadian Tifoid di Indonesia Tahun 2007. Media Peneliti dan Pengembangan Kesehatan. 2009;XIX(4):65-173.

Okky P. Faktor Risiko Kejadian Penyakit Demam Tifoid pada Penderita yang Dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Ungaran. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2013;2(1).

WHO. The Diagnosis, Treatment, and Prevention of Thypoid Fever. Geneva: Department of Vaccines and Biologicals; 2003. h. 11-16.

Depkes RI. Pedoman Pengendalian Demam Tifoid. Jakarta: Direktorat Jendral PP & PL; 2006.

Sumarmo SPS, Herry Garna, S Hadinegoro. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi dan Penyakit Tropis Edisi Pertama. Jakarta: IDAI; 2002. h. 367-375.

Noval A. Peran Antagonis Reseptor H-2 dalam Pengobatan Ulkus Peptikum. Sari Pediatri. 2002 Maret;3(4):222-226.

Scioli C, Giusti G, Balestrieri G. Comparison of Ampicillin and Chloramphenicol in Treatment of Typhoid Fever. Postgrad Med J. 1964 Des; 40:87-91.

Park SC, Lee CH, Kim SY, Park CH, Kim TW, Seok SE, et al. Clinical Trial of Cefotaxime in Patients with Typhoid Fever. Clin Ther [Abstract]. 1985;7(4):448-451.

Fithria RF, Damayanti K, dan Fauziah RP. Perbedaan Efektivitas Antibiotik pada Terapi Demam Tifoid di Puskesmas Bancak Kabupaten Semarang Tahun 2014. Semarang: Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim; 2015.

Susono RF, Sudarso S, Galistiani GF. Cost Effectiveness Analysis Pengobatan Pasien Demam Tifoid Pediatrik Menggunakan Cefotaxime dan Chloramphenicol di Instalasi Rawat Inap RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo. Jurnal Pharmacy [Abstrak]. 2014 Jul; 11(01).

Authors

Nurmainah Nurmainah
syabriyantini@gmail.co.id (Primary Contact)
Siti Syabriyantini
Ressi Susanti
Nurmainah, N., Syabriyantini, S., & Susanti, R. (2017). EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN AMPISILIN DANSEFOTAKSIM PADA PASIEN ANAK DEMAM TIFOID. Media Kesehatan Masyarakat Indonesia, 13(2), 131–138. https://doi.org/10.30597/mkmi.v13i2.1984

Article Details

Similar Articles

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 > >> 

You may also start an advanced similarity search for this article.