Abstract
Muslims in Karangasem are relatively homogeneous since they originate from the Sasak tribe, Lombok. The story of the conquest of the kingdom in Lombok by the Kingdom of Karangasem turned out to be the beginning of the Sasak tribe Muslims occupying 25 of the 26 Islamic villages, except the Saren Javanese Islamic Village from Demak, Java. The pattern of settlement through the Islamic Village further spreads around the Kingdom of Karangasem. Sasak tribe Muslims were then currently placed in the catu land which belonged to the kingdom. One of the numerous fascinating Muslim villages is Segara Katon. Some of its residents are still of Balinese origin as the result of the marriage of converted Gamongan people to Segara Katon women. Another uniqueness is the existence of the bale banjar which even though it has been acknowledged as a form of acculturation between Hinduism and Islam in the past, yet, it has been left standing although its function has presently begun to shift along with the establishment of the Nurul Jihad Mosque. The long history and traditions that they experienced in a relatively long time were made a fabulous social capital to survive in the midst of various changes, including being active and creative in strengthening peaceful relations with Hindus through multiple local wisdom. To be able to explore data and analyze how Balinese Muslim people in Segara Katon see themselves and their social world, field research was carried out through interviews, observation, and document studies.
References
Affandi, N. (2012). “Harmoni Dalam Keragaman (Sebuah Analisis tentang Konstruksi Perdamaian Antar Umat Beragama)”. Jurnal Komunikasi dan Sosial Keagamaan. Vol: XV, No. 1, June 2012: 71-84.
Agung, A.A.G. Putra. (1979). “Sejarah Masuknya Islam di Karangasem Bali”. Paper of National Seminar III. Universitas Udayana. pp. 1-18.
Ahmad, Habibi Zaman Riawan dan Fatchan Kamal. “Memaksimalkan Trust, Norms dan Networking” dalam Memberdayakan Rumah Ibadat, Memakmurkan Umat. (2015). Segara, I Nyoman Yoga (ed). Jakarta: The Religious Life Research and Development Center, The Ministry of Religion Research and Development Agency.
Ali, Zasri M. “Masjid sebagai Pusat Pembinaan Umat”. Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Sultan Syarif Kasim Riau. n.d and n.p.
Andika, I Putu Tessa, Wayan Sudarta, dan A.A.A Wulandira Sawitri Djelantik. “Pengetahuan dan Penerapan Tri Hita Karana dalam Subak untuk Menunjang Pertanian Tanaman Pangan Berkelanjutan (Kasus Subak Mungkagan, Desa Sembung, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung)”. E-Jurnal Agribisnis dan Agrowisata. Vol. 6, No. 2, April 2017: 211-220.
AP, I Gede Setiawan. (2005). “Membangun Kelembagaan Pertanian yang Tangguh Berdasarkan Nilai-Nilai Tradisional”. Resensi Buku. Jurnal Penyuluhan, Vol. 1, No.1.
Arnawa, I.K. “Kajian tentang Pelestarian Subak Ditinjau dari Aktivitasnya yang Berlandaskan Konsep Tri Hita Karana”. Agrimeta, Jurnal Pertanian Berbasis Keseimbangan Ekosistem. s.n., n.d.
Barth, Fredrik. (1993). Balinese Worlds. The University of Chicago Press, Chicago.
Budiasa, I W. (2010). “Peran Ganda Subak untuk Pertanian Berkelanjutan Di Provinsi Bali”. AGRISEP. Vol. 9 No. 2, September 2010: 153 -165.
Budiastuti, Putu., Astiti, N.W.S., and Sudarta, W. (2015). “Upaya Pelestarian Subak di Perkotaan (Kasus Subak Padanggalak Desa Kesiman Kertalangu Kecamatan Denpasar Timur Kota Denpasar)”. E-Jurnal Agribisnis dan Agrowisata. Vol.4, No.4: 259-267.
Darodjat and Wahyudiana. “Memfungsikan Masjid sebagai Pusat Pendidikan untuk Membentuk Peradaban Islam”. Universitas Muhammadiyah Purwokerto. s.n., n.d.
Dewi, Ratna Komala and I N Gede Ustriyana. “Keberlanjutan Nilai-Nilai Tri Hita Karana (THK) pada Sistem Subak Di Kawasan Wisata dan Kawasan Agraris Kabupaten Gianyar”. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Denpasar-Bali. s.n., n.d.
Depari, C.D.A. (2012). “Transformasi Ruang Kampung Kauman Yogyakarta sebagai Produk Sinkretisme Budaya”. Jurnal Arsitektur KOMPOSISI, Volume 10, No. 1: 11-26.
Fadillah, Moh Ali. (1986). Makam-Makam Kuno di Pulau Serangan dan Beberapa Makam di Kabupaten Badung, Bali. Suatu Kajian Arkeologis. Denpasar: Skripsi, Universitas Udayana.
Fadillah, Moh Ali. (1999). Wrisan Budaya Bugis di Pesisir Selatan Denpasar. Nuansa Sejarah Islam di Bali. Jakarta: The Ministry of Education and Culture, The National Archaeological Research Center.
Halimatusa’diah. (2018). “Peranan Modal Kultural dan Struktural dalam Menciptakan Kerukunan Antarumat Beragama di Bali” Jurnal Harmoni Vol. 17 No. 1. pp. 43-65.
Haryanto, J.T. (2013). “Dinamika Kerukunan Intern Umat Islam dalam Relasi Etnisitas dan Agama di Kalteng”. Analisa. Volume 20 No. 01: 13-24.
Irianto, S., Risma, M. (2011). “Piil Pesenggiri: Modal Budaya dan Strategi Identitas Ulun Lampung”. Makara, Sosial Humaniora, Vol. 15, No. 2: 140-150.
Laporan Napak Tilas Majalah Jelajah. “Segitiga Emas Dakwah Islam Pulau Dewata”. Majalah Jelajah. Edition 08/Year. 1/March 2010.
Laporan Napak Tilas. “Jejak Emas Islam Ujung Timur Bali. Benteng-Benteng ‘Nyawa’ Puri Karangasem”. Majalah Jelajah. Edition 12/Year. 1/July 2010. pp. 04-09.
Laporan Napak Tilas. “Tak Ada Kudeta terhadap Kerajaan Bali”. Majalah Jelajah. Edition 18/Year. 2/January 2011. pp. 04-09.
Lestari, Putu Fajar Kartika, Wayan Windia, and Ni Wayan Sri Astiti. (2015). “Penerapan Tri Hita Karana untuk Keberlanjutan Sistem Subak yang Menjadi Warisan Budaya Dunia: Kasus Subak Wangaya Betan, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan”. Jurnal Manajemen Agribisnis. Vol. 3, No. 1: 22-33.
Muchtar, I.H. (2013). “Peran Kelompok Keagamaan dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama (Studi Kasus Desa Adat Angantiga, Petang, Badung, Bali)”. Jurnal Harmoni Vol 12. No. 3:136-152.
Noviasi, Ni Kadek Putri, Grace J. Waleleng, dan Johny R. Tampi. (2015). “Fungsi Banjar Adat dalam Kehidupan Masyarakat Etnis Bali di Desa Werdhi Agung, Kecamatan Dumoga Tengah, Kabupaten Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara”. Acta Diurna. Volume IV. No.3.: 1-10.
Pageh, I Made, Wayan Sugiartha, dan Ketut Sedana Artha. (2013). “Analisis Faktor Integratif Nyama Bali-Nyama Selam, untuk Menyusun Buku Panduan Kerukunan Masyarakat di Era Otonomi Daerah”. Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora. Vol. 2, No. 2,: 239-248.
Paramita, Sinta dan Wulan Purnama Sari. (2016). “Komunikasi Lintas Budaya dalam Menjaga Kerukunan antara Umat Beragama di Kampung Jaton Minahasa”. Jurnal Pekommas, Vol. 1 No. 2,: 153-166.
Parimartha, I Gede. “Desa Adat, Desa Dinas, dan Desa Pakraman di Bali: Tinjuan Historis Kritis” in I Wayan Ardika dan Darma Putra (ed). (2004). Politik Kebudayaan dan Identitas Etnis. Denpasar: Fakultas Sastra Universitas Udayana and Balimangsi Press.
Parimartha, I Gede, Ida Bagus Gde Putra, Luh Pt. Kusuma Ririen. (2012). Bulan Sabit di Pulau Dewata. Jejak Kampung Islam Kusamba-Bali. Yogyakarta: CRCS.
Putnam, R.D. (1993). Making Democracy Work: Civic Traditions in Modern Italy, Princeton: Princeton University Press.
Pitana, I G. (1993). “Subak, Sistem Irigasi Tradisional di Bali (sebuah deskripsi umum)” dalam Subak, Sistem Irigasi Tradisional di Bali (ed, I G Pitana). Denpasar: Upada Sastra.
Pradipta, I Putu Sabda, I Gede Setiawan Adi Putra, and Wayan Sudarta. (2016). “Persepsi Petani Perkotaan terhadap Aktivitas Sistem Subak (Kasus di Subak Anggabaya Desa Penatih Kecamatan Denpasar Timur Kota Denpasar)”. E-Jurnal Agribisnis dan Agrowisata. Vol. 5, No.1.
Pradnyana, Kadek Budi, Wayan Ginarsa, and Wayan Sudarta. (2012). “Persepsi Petani terhadap Pelestarian Pertanian Sawah Sistem Subak di Perkotaan”. E-Journal Agribisnis dan Agrowisata. Vol. 1, No. 1,: 45-52.
Raga, Gede dan I Wayan Mudana. “Modal Sosial dalam Pengintegrasian Masyarakat Multietnis pada Masyarakat Desa Pakraman di Bali”. Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora. Vol. 2, No. 2, October 2013: 209-221.
Rudyansjah, Tony. (2009). Kekuasaan, Sejarah, dan Tindakan. Sebuah Kajian Tentang Lanskap Budaya. Jakarta: Rajawali Press.
Sanjaya, Putu. (2008). Acara Agama Hindu. Surabaya: Paramita.
Samudra, N.M. (1993). “Lomba Subak sebagai Usaha Pelestarian dan Pengembangan Subak” dalam Subak, Sistem Irigasi Tradisional di Bali (ed, I G Pitana). Denpasar: Upada Sastra.
Sarita, Ayu Feby, I Wayan Windia, and I Wayan Sudarta. (2013). “Persepsi Petani terhadap Penetapan Subak sebagai Warisan Budaya Dunia (Studi Kasus Subak Pulagan Kawasan Kecamatan Tampaksiring Kabupaten Gianyar)”. E-Jurnal Agribisnis dan Agrowisata. Vol. 2, No. 4: 214-223.
Segara, I Nyoman Yoga. (2018). “The Cultural Treasures of Kampung Bugis in the Customary Village of Serangan, Denpasar”. Journal Heritage Nusantara. Vol. 7 No 1. pp. 94-118.
Segara, I Nyoman Yoga. “Kampung Sindu: Jejak Islam dan Situs Kerukunan di Keramas, Gianyar, Bali”. Jurnal Lektur Keagamaan. Vol. 16, No.2, 2018. pp. 315-346.
Sirtha, I Nyoman. (2008). Subak. Konsep Pertanian Religius. Perspektif Hukum, Budaya dan Agama Hindu. Surabaya: Paramita.
Stuart-Fox, David J. (2010). Pura Besakih. Pura, Agama, dan Masyarakat Bali. Translated by Ida Bagus Putra Yadnya dari Pura Besakih: Temple, religion and society in Bali. Denpasar: Udayana University Press.
Subagiasta, I Ketut. (2008). Pengantar Acara Agama Hindu. Surabaya: Paramita.
Suputra, Eka Mita. “Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Lokal Subak dalam Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan di Pedesaan (Studi Kasus: Subak Desa Loka Sari, Sidemen, Karangaem). Administrasi Negara, Universitas Udayana. s.n., n.d.
Suryandari, Nikmah. “Eksistensi Identitas Kultural di Tengah Masyarakat Multikultur dan Desakan Budaya Global”. Komunikasi, Vol. XI No. 01, March 2017: 21-28.
Susassri, Nilfa, Ferry R. Mawikere, and Fientje Thomas. “Sejarah Kampung Islam Di Kecamatan Tuminting Kota Manado Tahun 1954-2015”. Fakultas Ilmu Budaya, Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Sam Ratulangi, Manado. s.n., nd.
Sutawan, Nyoman. “Eksistensi Subak di Bali: Mampukah Bertahan Menghadapai Berbagai Tantangan”. Fakultas Pertanian Universitas Udayana. s.n., n.d.
Suwindia, I Gede, Machasin, and I Gede Parimartha. (2012). “Relasi Islam dan Hindu Perspektif Masyarakat Bali”. Jurnal Al-Ulum. Volume. 12, No. 1,: 53-76.
Syukur, Abdul. (2011). “Islam, Etnisitas, dan Politik Identitas: Kasus Sunda”. MIQOT. Vol. XXXV No. 2: 407-426.
Ustriyana, I Nyoman Gede and Ni Wayan Putu Artini. (2009). “Kajian Konsep Tri Hita Karana pada Lembaga Subak sebagai Sumberdaya Budaya di Bali (Studi Subak Juwuk Manis dan Subak Temesi di Kabupaten Gianyar)”. Soca. Volume 9 No. 3: 378-384.
Varshney, Ashutosh. (2002). Konflik Etnis dan Peran Masyarakat Sipil; Pengalaman India. The Research and Development Agency, The Ministry of Religion. Translated from Ethnic Conflict and Civic Life: Hindus and Muslims in India. New Haven & London: Yale University Press.
Wiana, I Ketut. (2006). Menyayangi Alam Wujud Bhakti Pada Tuhan, Surabaya: Paramita.
Wiana, I Ketut. (2007). Tri Hita Karana menurut Konsep Hindu. Surabaya: Paramita.
Wijaya, Nyoman. (1986). “Cahaya Kubah di Ujung Timur Kahyangan: Studi Perkembangan Islam di Kabupaten Karangasem 1950-1980”. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada.
Wijaya, Nyoman. (2004). “Menjadi atau Memiliki Hindu: Pluralisme Agama di Bali dalam Dimensi Sejarah” in I Nyoman Darma Putra (ed). Bali Menuju Jagathita: Aneka Perspektif. Denpasar: Bali Post.
Windia, Wayan, Suprodjo Pusposutardjo, Nyoman Sutawan, Putu Sudira, and Sigit Supadmo Arif. “Transformasi Sistem Irigasi Subak yang Berlandaskan Konsep Tri Hita Karana”. s.n., n.d.
Wulandari, Astari, Bambang Setioko, and Atik Suprapti. (2016). “Pengaruh Sosial Budaya Islami Terhadap Tatanan Permukiman Kampung Arab Sugihwaras”. Teknik. 37 (1): 7-16.