Abstract
This article aims to explore various forms of land tenure and land use in Sorendiweri Village in East Supiori District, Papua Province. This research uses descriptive research using ethnography. The technique of determining informants is done purposively by determining key informants first that guides researchers to search for further informants. Data collection techniques used are in-depth interviews and FGD (Focus Group Discussion). Data analysis was carried out based on the factual culture of the community. The results show that the pattern of land tenure in the local population is communal at the clan level. Then, according to the local population, psychomo-logical and historicize view of customary land is very dominant because it states that customary land tenure in popular clans such as Sauyas that is more in line with history and relationships between clans. In addition, land tenure conflicts often occur because of the spread of land clearing in customary rights for infrastructure development and etc.References
Amahorseya, R. (2008). Penyelesaian Sengketa Tanah Hak Ulayat Di Kabupaten Nabire Provinsi Papua (Studi Kasus Sengketa Tanah Bandara Udara Nabire). Universitas DIponegoro.
Anwar, M. Z. (2015). Institusi Lokal untuk Kesejahteraan Bersama. Yogjakarta: Policy Brief Institute for Research and Empowerment (IRE).
Bahriadi & Lucas. (2002). Merampas Tanah Rakyat; Kasus Tapos dan Cimacam. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia).
Coleman, J. S. (1990). Foundations of Social Theory. Cambridge: Harvard University Press.
Deda, A., & Mofu, S. (2014). Masyarakat Hukum Adat Dan Hak Ulayat Di Provinsi Papua Barat Sebagai Orang Asli Papua Ditinjau Dari Sisi Adat Dan Budaya: Sebuah Kajian Etnografi Kekinian. Jurnal Administrasi Publik Unpar, 11(2), 11–22.
Dorthia, A. A. F. (2012). Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Atas Tanah Adat Yang Dikuasai Tanpa Hak Oleh Pihak Lain Dihubungkan Dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Undang-Undang Pokok Agraria. Universitas Pasundan.
Eliza. (2011). Strategi Penguatan Institusi Lokal; Optimalisasi Forum Warga sebagai Media Pendidikan Politik Masyarakat Desa di Desa Sumber Agung Moyudan Kabupaten Sleman, DIY. UGM-Yogjakarta.
Erari, K. P. (1999). Tanah Kita, Hidup Kita; Hubungan Manusia dengan Tanah di Irian Jaya sebagai Persoalan Teologis. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Esman, Milton, J., & Uphoff, N. T. (1984). Local Organization, intermediaries rural development. London: Cornell Unversity Press.
Fisher Simon dkk. (2001). Mengelola Konflik: Ketrampilan & Strategi Untuk Bertindak. (Jakarta). The British Council.
Fukuyama, F. (1995). Trust Kebijakan Sosial dan Penciptaan Kemakmuran. Yogyakarta: Qalam.
Geertz, C. (1983). Agriculture Involution; The Processes of Ecological Change in Indonesia. Barkeley: University of California Press.
Husen, A. S. (2002). Konflik Pertanahan; Dimensi Keadilan dan Kepentingan Ekonomi. Jakarta: Sinar Harapan.
Imhar, D. E., Sumartono, & Suwondo. (2009). Pemberdayaan institusi lokal dan implikasinya bagi masyarakat (Studi Implementasi Kebijakan Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia Melalui Pendidikan Dan Pelatihan Di Desa Kundur, Kundur, Kabupaten Karimun). 10(1), 78–97.
Imron, M. A., Soeprapto, H. R. R., & Suwondo. (2002). Peran Institusi Lokal dalam Pembangunan Desa (Suatu Kajian Tentang Peran Lembaga Tahlil dalam Pembangunan Desa di Desa Simorejo Kecamatan Kanor Kabupaten Bojonegero). Univeristas Brawijaya Malang.
Katmo, H. (2015, Juni 26). Tanah dan Reforma Agraria di Papua. Kompasiana.
Lah, J. (2014). Peranan Kepala Adat dalam Penyelesaian Sengketa Tanah Ulayat di Kecamatan Sungai Boh Kabupaten Malinau. 2(4), 3273–3287.
Miall, H., Rambotham, O., & Woodhouse, T. (2000). Resolusi damai konflik kontemporer: menyelesaikan, mencegah, mengelola dan mengubah konflik bersumber politik, sosial agama dan ras. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Muhsidin. (2014, November 18). Tuntutan Hak Ulayat Tanah Adat Hambat Investasi di Papua. https://papua.antaranews.com/.
Ngo, M. (1992). Hak Ulayat Masyarakat Setempat; Pelajaran dari Orang Kayan dan Limbai. Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia.
Partha, D., & Ismail, S. (1999). Social Capital A Multifaceted Perspective. Washington DC: The World Bank.
Patriadi, H. B. (2010). Isu Perbatasan; Memudarnya “Imagined State”?. In Ludiro madu dkk. (Ed.), Mengelola Perbatasan Indonesia Di Dunia Tanpa Batas; Isu, Permasalahan dan Oilihan Kebijakan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Putnam, R. (1995). Social Capital. Pricenton: Pricenton University.
Rahmat, P. S. (2008). Memupuk Institusi Lokal dan Modal Sosial dalam Kehidupan Bermasyarakat. Diambil 5 Desember 2019, dari https://akhmadsudrajat.wordpress.com website: https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/03/29/memupuk-institusi-lokal-dan-modal-sosial-dalam-kehidupan-bermasyarakat/
Rahmawati, E. N. (2006). Peran Institusi Lokal dalam Pengembangan Ekonomi Wilayah (Studi Kasus: Proses Difusi Inovasi Produksi Pada Industri Gerabah Kasongan Bantul, DIY). Universitas Diponegoro Semarang.
Ruth-Haffelbower, D. (1998). Conflict and Peacemaking Across Cultures; Training for Trainers. Center for Peacemaking and Conflict Studies. CA: Fresno Pacific University.
Ruwiastuti, M. R. (1997). Penghancuran Hak Masyarakat Adat atas Tanah; Sistem Penguasaan Negara, Sengketa dan Politik Hukum Agraria. Bandung: KPA dan INFI-Pact.
Setiawan, A. A. (2010). Mengelola Perbatasan Indonesia-Papua New Guinea dengan Pendekatan Keamanan Non-Tradisional. In Ludiro Madu dkk. (Ed.), Mengelola Perbatasan Indonesia Di Dunia Tanpa Batas; Isu, Permasalahan dan Pilihan Kebijakan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sihbudi, R., & Nurhasim, M. (Ed.). (2001). Kerusuhan Sosial di Indonesia. Jakarta: Grasindo.
Sirait dkk. (2009). Budaya dan Tanah Adat Orang Moni Di Distrik Sugapa, Papua. Jakarta: Pusat Kajian Pembangunan Masyarakat, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.
Soemardjono, M. S. W. (2001). Kebijakan Pertanahan antara Regulasi dan Implementasi. Yogyakarta: LAPERA.
Suheri, A. (2015). Fakultas hukum universitas wiraraja sumenep - madura. Jurnal Jendela Hukum, 2(2), 33–43.
Suparlan, P. (1994). The Diversity of Culture in Irian Jaya. The Indonesia Quarterly, 22(2).
Vidawati, T. (2009). Peranan Kepala Adat Dalam Penyelesaian Sengketa Tanah (Studi Kasus Pada Suku Dayak Tobak Desa Tebang Benua Kecamatan Tayan Hilir Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat). Universitas Diponegoro Semarang.
Wanembu Zadrak dkk. (1997). Masyarakat Adat Amungme di Wilayah Amungsa, Irian Jaya. In Maria Rita Ruwiastuti dkk. (Ed.), Penghancuran Hak Masyarakat Adat atasTanah. Bandung: KPA dan INFI-Pact.
Wenehen, A. (1999). Sosio-Kultural Pertanahan Di Kawasan Perbatasan Papua; Studi Pada Orang Walsa dan Fermanggem Di Kecamatan Waris-Jayapura. Jayapura.
Wenehen, A. (2003). PETSKHA VAI: Konflik Tanah Pada Orang Walsa Di Distrik Waris Kabupaten Keerom. Yogyakarta: Kunci Ilmu.
Wenehen, A. (2010). Orang Keerom Di Tengah Arus Perubahan; Eksistensi, Identitas Kultural dan Penguatan Kapasitas Lokal. Jurnal Antropologi Papua, 8(24).
Windari, R. (2010). Dilema Hukum Penyertifikatan Tanah Ayahan Desa di Bali(Studi Kasus Konflik Adat Tanah Ayahan Desa di Desa Adat Panglipuran). Jurnal IKA, 8(2), 205–219.
Windari, R. (2014). Keberpihakan Regulasi Pertanahan Terhadap Hak Masyarakat Adat (Studi Kasus Sengketa Tanah Adat Di Desa Kubutambahan, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng). Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora, 3(1), 328–340. https://doi.org/10.23887/jish-undiksha.v3i1.2923
Wolf, E. (1966). Peasant. New Jersey: Prentice-Hall.
Yapo, T. E., Pide, A. S. M., & Nur, S. S. (2013). Ganti Kerugian atas Tanah Adat untuk Kepentingan Transmigrasi di Kabupaten Merauke. e-Journal Program Pascasarjana Unhas.
Yayasan Insan Sembada. (2016). Program Pengembangan Institusi Lokal. Karang Asem, Solo.
Zakaria, Y. (2000). Mensiasati Otonomi Daerah demi Pembaharuan Agraria. Bandung: KPA dan INFI-Pact.